Lebih dari 200 kapal dan perahu lenyap selama 30 tahun
Sejumlah media besar China melaporkan adanya perairan berbahaya di Danau Poyang, danau terbesar di China, Pada 20 Oktober 2010. Danau Poyang dikenal sebagai ‘Segitiga Bermuda di Timur.’
Lebih dari 200 perahu tenggelam di perairan tersebut selama 30 tahun. 1.600 orang dinyatakan hilang dan sekitar 30 korban mengalami sakit mental.
Segitiga Bermuda ini terletak di utara Danau Poyang, Wilayah Duchang, Provinsi Jiangxi. Disebelah utara danau tersebut terdapat kuil yang disebut kuil Laoye. Oleh sebab itu penduduk setempat menyebut perairan itu sebagai perairan kuil Laoye.
Di antara kapal yang hilang di wilayah itu, salah satunya ada yang berbobot 2.000 ton. Peristiwa ini terjadi pada 3 Agustus 1985 bersama 13 kapal dan perahu lain yang mengalami musibah di perairan tersebut. Yang menjadi misteri adalah kapal itu tidak dapat ditemukan meskipun telah dilakukan upaya-upaya pencarian secara maksimal.
Lebih dari 200 perahu tenggelam di perairan tersebut selama 30 tahun. 1.600 orang dinyatakan hilang dan sekitar 30 korban mengalami sakit mental.
Segitiga Bermuda ini terletak di utara Danau Poyang, Wilayah Duchang, Provinsi Jiangxi. Disebelah utara danau tersebut terdapat kuil yang disebut kuil Laoye. Oleh sebab itu penduduk setempat menyebut perairan itu sebagai perairan kuil Laoye.
Di antara kapal yang hilang di wilayah itu, salah satunya ada yang berbobot 2.000 ton. Peristiwa ini terjadi pada 3 Agustus 1985 bersama 13 kapal dan perahu lain yang mengalami musibah di perairan tersebut. Yang menjadi misteri adalah kapal itu tidak dapat ditemukan meskipun telah dilakukan upaya-upaya pencarian secara maksimal.
Badai Dapat Terjadi Kapan Saja
Menurut sejumlah laporan media, banyak nelayan setempat berdoa dengan membakar dupa atau mengadakan upacara sebelum mereka melakukan perjalanan di perairan itu.
“Badai dapat menghantam setiap saat,” ujar Zhang Xiaojin (50), yang telah menjadi nelayan di perairan kuil Laoye selama 20 tahun. Dia dan nelayan lainnya selalu berhati-hati dengan mengamati setiap perubahan kecil di danau tersebut, seberapapun jauhnya mereka memasuki danau itu.
“Saya teringat, pada suatu hari di musim dingin tahun 2001, kami berada di tengah danau. Awalnya semua terlihat baik-baik saja, namun tiba-tiba cuaca berubah secara mendadak. Gelombang menjadi begitu dahsyat, sehingga seluruh kapal mencoba merapat ke tepi danau,” ujar Wang Fangren, seorang yang telah berpengalaman berlayar selama 50 tahun.
“Salah satu perahu pengangkut pasir tiba-tiba tenggelam.”
Menurut Wang, biasanya terdapat tanda-tanda sebelum badai dahsyat menghantam. Namun badai di perairan kuil Laoye selalu datang tiba-tiba.
“Badai biasanya berlangsung sekitar 20 menit dan normal kembali seolah tidak pernah terjadi apapun,” ujarnya.
Pada 16 April 1945, sebuah kapal Jepang tenggelam di perairan kuil Laoye. Tak satupun dari 20 awaknya selamat.
Setelah itu Jepang mengirim tim penyelamat bawah air. Hanya satu orang yang dapat kembali dan sisanya menghilang tanpa bekas. Orang yang selamat ini terlihat ketakutan, setelah dia menanggalkan pakaian renangnya, dia hilang ingatan.
Kemudian, sebuah misi penyelamatan dilakukan selama beberapa bulan, namun tidak ada apapun yang dapat ditemukan dan beberapa penyelam Amerika-pun juga turut lenyap tanpa bekas.
Han Lixian, salah seorang penduduk kota Duchang mengatakan, “Pada tahun 1977, orang-orang di wilayah ini membangun tiga bendungan, salah satunya dibangun dekat perairan kuil Laoye. Suatu malam bendungan dengan panjang 2.000 kaki, lebar 165 kaki dan dengan ketinggian 16 meter di atas air itu, tenggelam tanpa gemuruh sedikitpun.”
“Badai dapat menghantam setiap saat,” ujar Zhang Xiaojin (50), yang telah menjadi nelayan di perairan kuil Laoye selama 20 tahun. Dia dan nelayan lainnya selalu berhati-hati dengan mengamati setiap perubahan kecil di danau tersebut, seberapapun jauhnya mereka memasuki danau itu.
“Saya teringat, pada suatu hari di musim dingin tahun 2001, kami berada di tengah danau. Awalnya semua terlihat baik-baik saja, namun tiba-tiba cuaca berubah secara mendadak. Gelombang menjadi begitu dahsyat, sehingga seluruh kapal mencoba merapat ke tepi danau,” ujar Wang Fangren, seorang yang telah berpengalaman berlayar selama 50 tahun.
“Salah satu perahu pengangkut pasir tiba-tiba tenggelam.”
Menurut Wang, biasanya terdapat tanda-tanda sebelum badai dahsyat menghantam. Namun badai di perairan kuil Laoye selalu datang tiba-tiba.
“Badai biasanya berlangsung sekitar 20 menit dan normal kembali seolah tidak pernah terjadi apapun,” ujarnya.
Pada 16 April 1945, sebuah kapal Jepang tenggelam di perairan kuil Laoye. Tak satupun dari 20 awaknya selamat.
Setelah itu Jepang mengirim tim penyelamat bawah air. Hanya satu orang yang dapat kembali dan sisanya menghilang tanpa bekas. Orang yang selamat ini terlihat ketakutan, setelah dia menanggalkan pakaian renangnya, dia hilang ingatan.
Kemudian, sebuah misi penyelamatan dilakukan selama beberapa bulan, namun tidak ada apapun yang dapat ditemukan dan beberapa penyelam Amerika-pun juga turut lenyap tanpa bekas.
Han Lixian, salah seorang penduduk kota Duchang mengatakan, “Pada tahun 1977, orang-orang di wilayah ini membangun tiga bendungan, salah satunya dibangun dekat perairan kuil Laoye. Suatu malam bendungan dengan panjang 2.000 kaki, lebar 165 kaki dan dengan ketinggian 16 meter di atas air itu, tenggelam tanpa gemuruh sedikitpun.”
Angin Aneh
Beberapa waktu lalu, seorang wartawan dari Harian Jiangxi pergi ke perairan kuil Laoye bersama sejumlah ilmuwan. Ketika dia berdiri di kuil Laoye, dia merasakan angin kencang bertiup dari arah selatan menuju utara. Namun ketika dia melihat air, percikannya terlihat bertiup dari arah utara ke selatan. Tampaknya angin sedang bertiup dari dua arah yang berlawanan.
Kemudian, ketika angin bertiup kencang, percikan air di danau tidak membentuk garis lurus namun dalam bentuk ‘V’. Angin aneh dan percikan ini membuat sulit bagi nelayan untuk memberi tahu arah
Kemudian, ketika angin bertiup kencang, percikan air di danau tidak membentuk garis lurus namun dalam bentuk ‘V’. Angin aneh dan percikan ini membuat sulit bagi nelayan untuk memberi tahu arah
Perahu-Perahu Jungkir-balik Tanpa Terlihat Ombak maupun Angin
Bagaimanapun, orang percaya bahwa angin aneh ini yang membuat perairan ini menjadi berbahaya. Jin, kepala biara kuil Laoye, mengatakan bahwa pada 5 Maret lalu, saat cuaca cerah, sebuah kapal berbobot 1.000 ton, terbalik diperairan tersebut. Tidak ada yang mengetahui apa penyebabnya.
Dalam pandangan peduduk setempat, ada sebuah legenda yang dapat menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Ketika Zhu Yuanzhang, pendiri Dinasti Yuan mengobarkan perang terhadap pesaingnya Chen Youliang dekat danau Poyang, Zhu kalah dan mundur ke tepi danau. Tidak ada perahu di danau itu, namun seekor kura-kura raksasa muncul dan membantu Zhu menyeberangi danau tersebut.
Setelah Zhu menjadi kaisar, dia menjadikan kura-kura sebagai jenderal dan membangun kuil Laoye dekat danau itu untuk mengenang kura-kura tersebut. Penduduk setempat yakin bahwa roh penyu itulah yang telah mengganggu para nelayan.
Seorang pakar setempat mengatakan kepada media bahwa mereka telah menemukan apa yang menyebabkan perairan tersebut berbahaya.
“Sebuah gambar infra merah menunjukkan bahwa terdapat tebing pasir dengan ketinggian sekitar 6.600, melintang dari timur ke barat, di bawah perairan kuil Laoye. Hal inilah yang mengakibatkan terciptanya pusaran air di bawah danau. Pusaran ini sangat memungkinkan menarik dan menenggelamkan kapal dan sejumlah perahu,” ujar laporan tersebut.
Namun, teori ini belum dapat menjelaskan mengapa bangkai-bangkai kapal yang tenggelam tidak pernah ditemukan. (EpochTimes/sua)
Dalam pandangan peduduk setempat, ada sebuah legenda yang dapat menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Ketika Zhu Yuanzhang, pendiri Dinasti Yuan mengobarkan perang terhadap pesaingnya Chen Youliang dekat danau Poyang, Zhu kalah dan mundur ke tepi danau. Tidak ada perahu di danau itu, namun seekor kura-kura raksasa muncul dan membantu Zhu menyeberangi danau tersebut.
Setelah Zhu menjadi kaisar, dia menjadikan kura-kura sebagai jenderal dan membangun kuil Laoye dekat danau itu untuk mengenang kura-kura tersebut. Penduduk setempat yakin bahwa roh penyu itulah yang telah mengganggu para nelayan.
Seorang pakar setempat mengatakan kepada media bahwa mereka telah menemukan apa yang menyebabkan perairan tersebut berbahaya.
“Sebuah gambar infra merah menunjukkan bahwa terdapat tebing pasir dengan ketinggian sekitar 6.600, melintang dari timur ke barat, di bawah perairan kuil Laoye. Hal inilah yang mengakibatkan terciptanya pusaran air di bawah danau. Pusaran ini sangat memungkinkan menarik dan menenggelamkan kapal dan sejumlah perahu,” ujar laporan tersebut.
Namun, teori ini belum dapat menjelaskan mengapa bangkai-bangkai kapal yang tenggelam tidak pernah ditemukan. (EpochTimes/sua)
sumber: http://erabaru.net/top-news/40-news5/19339-qsegitiga-bermudaq-di-danau-poyang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar